Selamat Datang Di Blog Pengingat Diri, Jangan Lupa Tinggalkan Komentar, Terima Kasih

____________________________________________________________________________________________________

Komunikasi....? (Pentingla)



Ada cerita oke, nenek dan kakek yg sudah tua, hidup bersama telah sekian lama namun mereka hidup dalam kekurangan,

mereka memiliki sebuah sepeda yang hanya ada satu roda, dan sang nenek hanya memiliki sebelah anting dari emas. Suatu saat sang nenek berpikir kenapa ia tidak menjual antingnya dan membeli sebuah roda lengkap dgn ban agar sepeda mereka dapat digunakan. Akhirnya sang nenek pergi ke pasar untuk menjual antingnya kemudian menjalankan semua rencana baiknya.
Dalam waktu bersamaan sang kakek menjual sepedanya dan membelikan sebelah anting untuk isteri tercinta. Dapat dibayangkan apa yang terjadi, si nenek membawa roda lengkap dengan bannya, dan si kakek pulang dengan membawa sebelah anting.

Tujuan sepasang kakek nenek ini tentu sangat baik, namun ternyata tujuan yang baik tidak cukup semua perlu dikomunikasikan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Berumahtangga terkadang sering sekali kita kurang mengkomunikasikan hal yang kita anggap ringan.

Padahal jelas komunikasi penting agar tidak terjadi sebagaimana kakek nenek tadi. Kita bermaksud baik membelikan isteri perabotan atau mungkin asesoris lain yang menurut kita bagus, karena tidak dikomunikasikan hasilnya terkadang mengecewakan baik di pihak isteri maupun di kita sendiri. Atau mungkin isteri yang bermaksud baik membelikan kita pakaian, batik misalnya namun terkadang hasilnya seperti tadi. Walaupun kita terima namun ada kekecewaan di hati, baik isteri maupun kita sendiri.
Semoga dengan komunikasi kita dapat meraih tujuan dengan hasil yang baik.

Pertahankan Yuk.....


Keindahan dan kebahagiaan akan terasa tatkala kita telah mencapai apa yang kita inginkan.
Seorang remaja akan merasakan kebahagiaan apabila ia telah menikahi gadis impiannya, seorang atlit akan bahagia apabila ia meraih prestasi tertinggi dalam bidang olahraga. Demikian juga seorang muslim jika ingin bahagia dan merasakan keindahan ia harus mampu meraih puncak tertinggi prestasinya, yaitu melawan hawa nafsunya. Kita sering tertipu dengan kemenangan yang kita raih, kita lalai akan kemenangan itu sendiri. Sang pemuda setelah berhasil mempersunting gadis pujaan akan berbangga diri dengan keberhasilannya, namun seringkali ia lalai memelihara kebahagiaan tersebut, ia tidak memupuk kebahagiaan tersebut dengan kasih sayang sehingga terkadang sering timbul ketidakpercayaan di antara mereka.
Sang atlit, karena bangga dengan prestasi yang telah diraih, iapun melalaikan latihan yang selama ini tetap dilakukan.
Demikian halnya dengan diri kita ketika kita merasa mampu menguasai nafsu kita, kita lalai terkadang kita terjebak dengan nafsu lain yang bentuknya mungkin beda namun yang jelas semua adalah jerat syaithon yang ingin menggiring kita.

Kita sering bangga dengan satu amalan, semisal kita sering menjalankan sholat witir dan selalu mengajak yang lain untuk mengamalkannya, namun sampai suatu ketika kita sendiri meninggalkan amalan tersebut, inilah manusia tidak kekal dengan pemikirannya.

Ternyata Mempertahankan lebih sulit dari meraih...

Bukan Anak Kiyai


Ini adalah julukan yang saya buat sendiri untuk diri saya, kisahnya begini....

Pada saat keluarga kami mengadakan hajatan, berkumpul di sana semua saudara baik dari pihak ibu maupun dari Ayah, di selah-selah berkumpul ada teman saudara saya yang meyuguhkan minuman keras, dia bertanya apakah saya dan saudara mau minum minuman tersebut? Kakak saya menjawab : "kami nich Bukan Anak Kiyai ngapoi dak galak".

Maksud kakak kami, kami ini bukanlah keturunan Kiyai yang anti dengan hal-hal duniawi, tapi manusia biasa yang hidup dengan kebiasan manusia lain. Minum, judi, mungkin main perempuan adalah hal yang tidak begitu dilarang dalam kehidupan kami (walaupun khusus untuk kakak saya), makanya Ia berkata seperti itu.

Suatu saat jauh hari setelah kejadian itu, saya merasakan bahwa diri ini didzolimi, saya berpikir untuk melawan, karena saya tidak bersalah (setidaknya itu pendapat saya), dan terkenang kembali kalimat kakak saya di atas, saya bukan anak kiyai, saya tidak akan berdiam diri dengan apa yang orang-orang lakukan kepada saya, biar orang-orang tau bahwa saya manusia yang juga bisa melawan keadaan.

Walau demikian saya tetap berkeinginan untuk menjadi diri saya yang tidak mau mengusik kehidupan orang lain, dan berusaha untuk bersikap sebagaimana layaknya anak-anak kiyai...

Jadi walaupun bukan anak kiyai tapi keinginan untuk berbuat, bersikap, bergaul, dan lain sebagainya layaknya seorang anak kiyai bahkan seorang kiyai...

Belajar Selalu


"Tuntutlah Ilmu dari Buaian sampai ke liang kubur"
Kalimat di atas ada yang mengatakan Hadits Nabi ada juga yang mengatakan hanya kata mutiara, Whatever.... yang jelas saat ini saya baru menyadari pentingnya belajar, karena dulu saya berpikir bahwa belajar dalam usia yang sudah seperti sekarang terlambat adanya, namun sesuai dengan kata mutiara yang lain Lebih Baik Terlambat daripada Tidak Sama Sekali.

Ke depan saya selalu ingin membah satu wawasan (minimal) dalam satu hari..

Terima kasih untuk semua teman yang telah mengingatkan saya untuk selalu berupaya lebih baik lagi...

Buat Mu Ibu-Aeman

Mengapa Harus Beda...?


Suatu Hari, saat salah satu saudara Muslim meninggal, saya turut melayat walaupun tidak ikut memandikan saya sempat turut mengkafani, menyolatkan, mengantar ke kubur. Saat akan dibacakan do'a Tetua desa kami mengajak rombongan pelayat untuk mendekat dan sayapun turut serta. Ketika ada teman yang saya kenal dan saya ajak untuk mendekat ia berkata saya dari jauh saja, maka terucap dari bibir saya perkataan "ayolah mendekat tidak ada beda, semua mayit juga"

Setelah do'a dipanjatkan teman yang tadi bermaksud duduk di tempat yang jauh mendekati saya dan berkata bahwa apa yang saya katakan sangat menyentuh di hatinya dan ia merasa terpukul dengan perkataan saya tersebut.
Dengan nada rendah saya memohon maafnya, tentu saja saya ti
dak bermaksud untuk menyinggung perasaannya tetapi saya ingin mengingatkan bahwa siapapun ia apapun kedudukannya bagaimanapun status ekonominya jika ia mayit Muslim, mari kita berusaha beri perlakuan yang sama, tidak dibedakan...

Tentu saja teman saya tadi ada alasan kenapa ia tidak mau mendekat dan alasan itu ia sampaikan ke saya dan bisa diterima dengan akal...
Semoga kita tetap itiqomah untuk selalu berbuat lebih baik lagi dari sekarang amiin..

Renungan


Suatu hari saya menerima sms dari seorang sahabat, isinya bercerita tentang kelalaian kita selaku manuasia, "Jika SMS masuk kita cepat2 baca dan balas, tapi kenapa ketika waktu shalat yang masuk kita tidak cepat2 mengerjakannya..
Isi ulang pulsa Rp. 10.000,- kita sanggup, tetapi untuk sedekah ke Masjid Rp. 1.000,- terasa berat...
Waktu mandi bermacam lagu kita nyanyikan, tetapi kenapa waktu mau makan bismillah sering berat kita ucapkan..."

Saudaraku membaca SMS ini saya berpikir ternyata memang benar kita sering menyepelehkan hal-hal yang seharusnya merupakan kebutuhan kita. Kita lebih mementingkan kebutuhan dunia yang sifatnya sering melalaikan ketimbang kepentingan kita kelak di hari akhir, tidak bermakasud apa-apa tapi ini hanya sebaga renungan bagi kita semua agar kiranya kita dapat mengimbangi kebutuhan duniawi dan ukhrowi...